Dongeng Gajah dan Semut Versi kak Rasyid: Arti Toleransi

Tolongtangtugas - Dongeng Gajah dan Semut kali ini akan mengisahkan arti Toleransi. Karena dengan toleransi kebersamaan hidup akan tercipta.

Bagaimana kisah lengkap Dongeng Gajah dan Semut versi kak Rasyid sekarang ini? Mari kita mulai ..

Bangsa Semut Melawan Gajah yang Usil

Disuatu hutan nan jauh di Sumatera, hiduplah seekor gajah yang besar. Gajah itu bernama Timbul.

Dongeng gajah dan semut
Dongeng Gajah dan Semut by tolongtangtugas.web.id

Timbul adalah gajah yang suka usil pada binatang lain. Ia kerap kali membuat kegaduhan.

Ulah usil Timbul membuatnya di cap sebagai gajah yang jelek. Betapa tidak, kemarin saja dia membuat kancil bengkak kakinya akibat ia injak di dekat sungai.

Kancil itu mengerang kesakitan:

"Aduh, aduh." Seru kancil.

"Hahaha, rasakan kamu, Cil." Kata si gajah.

"Kenapa kamu injak kakiku? Apa salahku?" Tanya kancil

Timbul si gajah hanya tertawa melihat kancil yang kesakitan. Ia sama sekali tidak mempedulikan perasaan hewan lain.

Bagi Timbul, yang penting bisa senang. Apa saja akan dia lakukan, walau harus menyakiti si kancil. 

Timbul si gajah seakan tidak mau peduli dan menghargai hewan lain. Dia terlihat ingin menjadi penguasa.

Alhasil, sifat Timbul yang demikian, membuat para hewan membencinya. Bahkan di hutan Sumatera, ia hampir tidak punya teman akibat sifatnya itu.

**

Suatu hari, Timbul bermain ke sisi barat hutan Sumatera. Ia bosan bertemu dengan hewan-hewan di tengah hutan.

Timbul akhirnya sampai di suatu tanah lapang yang cukup luas. Disana ia bertemu dengan dengan tiga ekor semut merah.

Pertemuan mereka dilanjutkan dengan percakapan singkat:

"Hei, kalian hewan kecil. Di tempat ini, apa hanya ada kalian bertiga?" Tanya Timbul si gajah.

"Tidak. Kami bertiga adalah bagian dari bangsa semut yang tinggal di tanah lapang ini." Jawab salah satu semut merah.

"Masak, sih! Tanah sebesar ini kok hanya kalian yang menempati? Lanjut Timbul.

"Sebenarnya, banyak hewan yang tingal di tanah lapang ini. Ada belalang, Ular, kumbang dan banyak lagi yang lainnya."

Mendengar jawaban semut merah. Sifat usil Gajah itupun muncul. Ia berniat memanfaatkan hewan-hewan yang tinggal disana. 

Bangsa semut merah dan hewan-hewan yang tinggal disana akan Timbul jadikan pelayannya.

Timbul pun mengangkat dirinya sebagai penguasa tanah lapang itu. Semua binatang harus menyediakan makanan untuknya.

Para penghuni tanah lapang takut jika menolak kemauan gajah yang bertubuh besar itu, mereka pun mematuhi perintah Timbul.

Namun, tidak dengan bangsa semut. Tiga ekor semut merah tadi melaporkan tindakan usil Timbul si gajah pada raja semut:

"Raja. Tadi ada gajah yang usil berkata pada kami. Dia hendak menjadikan bangsa kita dan hewan lain di tanah lapang ini sebagai pelayannya." Ucap semut pada rajanya.

Sang raja semut pun berontak. Dia tidak mau bangsanya diusili oleh Timbul si gajah.

Raja pun menyusun rencana. Bangsa semut kompak mengikuti perintah raja meraka.

**

Seekor semut merah dengan beraninya menemui si gajah. Ia lalu berkata:

"Hei, gajah usil. Kami menolak menjadi pelayanmu. Mengapa kita tidak hidup berdampingan saja." Kata si semut pemberani.

"Apa maksudmu, hewan kecil." Jawab Timbul si gajah.

"Kita harusnya saling menghargai. Tidak ada yang lebih unggul. Kita sama-sama berhak hidup bebas tanpa ada yang dilayani."

Mendengar perkataan semut, Timbul pun marah. Ia mengancam akan menginjak-injak rumah kerajaan semut.

Tanpa menunggu lama. Timbul si gajah langsung mendatangi rumah semut. Ia nampak kesal, bangsa semut melawan kemauannya.

Akan tetapi, malang nasib si gajah. Dia tidak tahu. Bangsa semut sudah siap menghadapi kedatangannya.

Timbul yang terbawa emosi tidak sadar bahwa dirinya sudah terjebak. Bangsa semut akan menangkap Timbul si gajah yang usil dengan dua lobang besar.

Alhasil, begitu mau sampai di rumah bangsa semut. Kaki Timbul pun terperosok ke dalam salah satu lobang buatan mereka.

"Aaaaaa ..! Tolong tolong." Kata Timbul.

Suara minta tolong Timbul begitu nyaring. Para binatang di tanah lapang menghampirinya. Namun, tak satupun dari mereka yang mau menolong.

Gajah yang malang itu meronta kesakitan. Kakinya terjebak, tak bisa digerakkan.

Dalam sakitnya, Timbul si gajah akhirnya menangis. Rasa sakit yang dialami, membuatnya ingat hewan-hewan yang pernah ia usili.

Timbul pun meminta maaf pada hewan-hewan disana. Ia berjanji akan menjadi hewan yang baik. Dia pun akan belajar menghargai hewan lain di hutan Sumatera.

Bangsa semut dan para binatang akhirnya iba pada Timbul si gajah. Mereka memanggil hewan-hewan di hutan Sumatera.

Setelah beberapa saat, bantuan pun datang. Para hewan bekerjasama menarik sang gajah dari lobang. 

Timbul yang berhasil ditolong para binatang tertunduk malu. Hewan-hewan yang pernah dia usili malah dengan suka hati menolongnya.

Akhirnya, nama Timbul si gajah yang usil pun hilang. Kini ia sadar, sifat usilnya selama ini ternyata menyakiti hewan lainnya.

Setelah kejadian itu, kini Timbul belajar hidup berdampingan dengan hewan-hewan di hutan Sumatera. Ia tak lagi usil. Malah sering menolong para binatang yang kesusahan.

Jebakan lobang dari bangsa semut membuat timbul sadar betapa pentingnya hidup bertoleransi dengan para binatang.

***Selesai***

Pesan Moral : Jangan ada lagi rasa lebih tinggi dari orang lain. Kita sama. Toleransi (hidup berdampingan) jauh lebih indah dari sebuah keegoisan.

Demikianlah Dongeng Gajah dan Semut versi kak Rasyid kali ini. Semoga, kalian bisa mengambil hikmah dari cerita dongeng di atas. 

Bila kalian ingin membaca cerita gajah lainnya, bacalah Fabel Gajah dan Monyet yang sebelumnya kak Rasyid tulis. Selamat membaca.

Salam hangat ..

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Belum ada Komentar untuk "Dongeng Gajah dan Semut Versi kak Rasyid: Arti Toleransi"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel