Transaksi Digital Kuat Indonesia Hebat

Jika ada pertanyaan, “Orang mana yang dijuluki sebagai Raja Uang Tunai?” Apakah orang Amerika, Kanada, Australia, Jerman atau orang Belanda.

Jawabannya adalah orang Jerman.

Orang Jerman dikenal memiliki kebiasaan membayar segala hal dengan uang tunai ketika berbelanja. Dan ini sah-sah saja.


Ada beberapa alasan mengapa orang-orang di negara maju tadi lebih suka dengan transaksi tunai. Pertama, laporan dari Bank Sentral Eropa (ECB) menunjukkan bahwa transaksi tunai mempermudah mengontrol pengeluaran. Kedua, melindungi diri dari hutang.

Apabila di rata-rata. Masyarakat Jerman senantiasa menyimpan dan membawa uang tunai dalam dompet mereka sekitar $123. Kalau di kurs kan ke rupiah Rp.1,7 juta.an.

Angka ini tentu bukanlah nominal kecil. Setidaknya bagi saya sendiri.

Kemana-mana bawa uang hampir dua juta. Dompet pasti tebal menonjol di saku belakang celana.

Di negara kita. Indonesia. Saku belakang menonjol itu keren. Menarik dilihat. Terlebih oleh lawan jenis.

Namun, keren atau tidak bukan masalah. Karena bukan hal itu yang inten kita diskusikan. Melainkan cara bertransaksinya yang perlahan mulai bergeser.

Tahun lalu, 2020 adalah mementum yang mungkin tak terlupakan bagi masyarakat negara maju yang kita singgung tadi. Tahun dengan angka kembar itu memaksa mereka memulai cara bertransaksi baru.

Transaksi yang dimaksud adalah transaksi digital. Tanpa uang tunai. Bertransaksi secara tunai harus dikurangi untuk meminimalisir penularan Covid19.

Pengamat sistem pembayaran di Jerman, Initiative Deutsche Zahlungssysteme (IDZ), mengumumkan bahwa pertengahan 2020 lalu membuat 57% warga Jerman lebih sering bertransaksi non tunai lewat kartu kredit dan debit mereka.

Angka persentase warga yang mulai beralih ke transaksi non tunai ini hampir membalikkan angka persentase penolakannya sebelum Covid19, yakni 74% penduduk Jerman yang lebih memilih bertransaksi secara tunai.

Selisih dua model transaksi belanja itu hanya terpaut 17%. Hal itu diprediksi akan terus berkembang seiring mulai diterimanya pembayaran non tunai di sana.

Kemudahan yang ditawarkan lewat transaksi digital perlahan membuat masyarakat di sana mulai merasa nyaman. Terlebih saat situasi Covid19, rasa aman menjadi begitu penting.

Hingga saat ini, memasuki penghujung bulan pertama 2021, di Jerman orang-orang sudah akrab dengan pembayaran non tunainya, lewat kartu kredit, debit dan aplikasi di gaway mereka.

Ternyata, Covid19 punya ‘cerita’ tersendiri di Jerman. Apa kabar dengan ‘cerita’-nya di Indonesia?


Peran Transaksi Digital Pada Ekonomi Nasional

Tak jauh berbeda dengan Jerman, Indonesia pun semakin memasuki babak baru dalam perniagaan. Bedanya masyarakat kita lebih dulu akrab dengan transaksi digital.

Sejak 2017 lalu, Indonesia sudah menetapkan visi menjadi negara ekonomi digital yang mapan. Tiap tahun kian berkembang.

Hingga pada 2020 lalu transaksi digital benar mendominasi. Walaupun harus terdesak pandemi.


Pelaku usaha lokal banyak memanfaatkan e-commerce untuk menciptakan kedekatan antara produsen dan konsumen. Dengan begitu, harga di tingkat produsen lokal menjadi semakin baik tanpa melalui mata rantai yang panjang.

Menyingkat diksi, e-commerce mampu menciptakan ekspansi pasar, rantai perdagangan menjadi lebih efisien serta pemasaran lebih mudah dengan biaya yang rendah.

Sejak pemerintah menerapkan PSPB di berbagai daerah, aktivitas belanja online warga +62 terlihat mengalami kenaikan tajam. Tercatat belanja online naik 400% sejak Maret 2020.

Di tokopedi* misalnya, per 2020 pertumbuhan UMKM meroket tajam. Tercatat 9,9 juta pelaku usaha terdaftar di salah satu e-commerce hijau tersebut.

Sampai akhir tahun lalu, ada kenaikan 2,5 juta merchant baru dari 7,2 juta penjual sejak Januari 2020. Dari sisi pembeli, tokopedi* mencatat kenaikan lebih dari 10 juta pembeli – dari yang awalnya 90 juta pada Januari menjadi lebih dari 100 juta sampai awal tahun ini.

Kisah geliat online UMKM lain juga bisa kita lihat di kanal youtube ketua MPR RI, Bamsoet Chanel. Watiem, pemilik Warung Nasi Pecel Ayu menuturkan kesuksesan usahanya berkat keputusannya meng-online-kan usahanya di platform e-commerce Go Fud dan Grab Fud.

Langkah ibu Watiem berhasil membuatnya bisa survive dan melonjakkan omset usahanya hingga tiga kali lipat di masa pandemi.

Kisah go online pelaku usaha di atas menjadi bukti efektivitas digitalisasi perniagaan di Indonesia yang kian berkembang. Kemauan dan tekad para pelaku usaha dalam digitalisasi usaha mereka sangat menentukan keberhasilannya.

Yang mengejutkan adalah, Google, Temasek dan Bain & Company tahun 2020 merilis bahwa Indonesia menjadi negara yang paling tinggi dalam melakukan transaksi ekonomi digital di kawasan ASEAN.

Angka transaksinya tidak main-main. Mencapai US$ 44 miliar. Jangan tanya saya berapa nilainya jika di rupiahkan. Silahkan anda kalikan nominal itu pada kurs rupiah saat ini. Pokoknya banyak. Tambah sekali. Banyak sekali.

Nominal transaksi itu pun diprediksi akan terus meningkat hingga US$ 124 miliar pada tahun 2025 nanti. Harapan kita bersama, dunia baru perniagaan tersebut bisa memberi efek positif pada perekonomian nasional. Utamanya sinyal peluang perniagaan bagi usaha-usaha kecil.

Bank Indonesia (BI) mencatat pembelian lewat e-commerce selama Maret 2020 mencapai 98,3 juta transaksi. Angka itu naik 18,1% dibandingkan bulan sebelumnya.

BI pun menerangkan nilai transaksi e-commerce di bulan Maret tahun lalu naik 9,9% menjadi 20,7 triliun dari bulan Februari. Menurut BI, masyarakat banyak bertransaksi virtual dalam berbelanja lewat cara cash on delivery (COD), e-wallet, rekening bersama, transfer bank, dan memakai kartu kredit.

Maka, ketika melihat fakta dari Bank Indonesia di atas, tidak salah apabila Google dan kawan-kawan merilis data bahwa pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia sangat potensial.

Kedepan, langkah terjun ke pasar online harus kian kuat. Karena konsumen negara +62 sudah sangat terbuka dengan transaksi digital.


Kebijakan Bank Indonesia

Untuk mendukung ekosistem transaksi digital di masa mendatang, Bank Indonesia meluncurkan Quick Response Code Indonesian Standard atau disingkat QRIS.

QRIS adalah penyatuan dari berbagai macam QR dari berbagai Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) yang menggunakan QR Code. Misalnya seperti Ovoi, Yopay, Linkajay dan aplikasi dompet digital lain yang mendukung QR Code.



Jadi, apabila kita hendak membayar satu barang dari sebuah merchant, kita hanya perlu scan QRIS dari merchant yang bersangkutan. Mau bayar Ovoi, Yopay, Linkajay tidak masalah. Semua bisa pakai QRIS.

Lebih mudah dan cepat tanpa perlu instal banyak aplikasi fintech di gaway kita.

Jadi jika Covid19 di Jerman sempat membuat booming belanja pakai kartu kredit dan debit, baik offline dan online, maka di negera kita akan booming transaksi digital bernama QRIS.

Ke toko dan ke pasar, tinggal scan QR Code dari BI.


Manfaat dan Cara Pakai QRIS

Di bawah ini adalah serangkaian manfaat QRIS bagi pengguna dan merchant:

Bagi pengguna;

  1. Cepat dan modern.
  2. Cashless.
  3. Support semua fintech yang terdaftar di BI.
  4. Aman karena semua PJSP penyelenggara QRIS sudah memiliki izin dan diawasi oleh Bank Indonesia.

Bagi Merchant

  1. Lebih praktis karena cukup menggunakan satu QRIS. 
  2. Penjualan berpotensi meningkat karena dapat menerima pembayaran berbasis QR apapun.
  3. Meningkatkan branding.
  4. Kekinian.
  5. Mengurangi biaya pengelolaan kas.
  6. Terhindar dari uang palsu.
  7. Tidak perlu menyediakan uang kembalian.
  8. Transaksi tercatat otomatis dan bisa dilihat setiap saat.
  9. Terpisahnya uang untuk usaha dan personal.
  10. Memudahkan rekonsiliasi dan berpotensi mencegah tindak kecurangan dari pembukuan transaksi tunai.
  11. Membangun informasi credit profile untuk memudahkan memperoleh kredit kedepan.

Untuk menikmati kemudahan QRIS di atas, kita harus mendaftar menjadi merchant dan pengguna QRIS. Caranya adalah sebagai berikut;

Sebagai Merchant

  1. Apabila belum memiliki account, buka terlebih dahulu dengan datang ke kantor cabang atau mendaftar online pada salah satu PJSP penyelenggara QRIS yang terdaftar disini.
  2. Lengkapi data usaha dan dokumen yang diminta oleh PJSP tersebut.
  3. Tunggu proses verifikasi, pembuatan Merchant ID dan pencetakan kode QRIS oleh PJSP.
  4. PJSP akan mengirimkan sticker QRIS.
  5. Install aplikasi sbg merchant QRIS.
  6. PJSP melakukan edukasi kepada merchant mengenai tata cara menerima pembayaran.

Sebagai Pengguna

  1. Apabila belum memiliki akun, maka anda harus registrasi terlebih dahulu mengunduh aplikasi salah satu PJSP berijin QRIS yang terdaftar. Cek di sini.
  2. Lakukan registrasi sesuai prosedur PJSP tersebut.
  3. Isi saldo pada akun anda.
  4. Gunakan untuk melakukan pembayaran pada merchant QRIS sesuai petunjuk di aplikasi anda.
  5. Buka aplikasi, cari icon scan/gambar QR/pay, scan QRIS merchant, masukan nominal, masukan PIN, klik bayar, liat notifikasi.

Nah, sebelum menutup naskah ini, ada informasi tambahan yang ingin saya tuliskan. Yakni pasca peluncurannya, hingga September tahun lalu, QRIS sudah digunakan oleh 3,6 juta UMKM yang mana jumlah tersebut setara dengan 94% dari total merchant yang telah menerapkan QRIS.

BI menargetkan di tahun ini QRIS bisa digunakan oleh 12 juta merchant UMKM yang terintergrasi secara nasional. Ini berarti komitmen pemerintah menghidupkan sektor ekonomi digital dari bawah dijalankan bersama warga Indonesia.

Akhirnya bila diizinkan berkata. Covid19 ternyata tidak hanya tentang virus. Nyatanya Covid juga berbicara tentang transaksi digital di berbagai negara.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Belum ada Komentar untuk "Transaksi Digital Kuat Indonesia Hebat"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel